Fenomena Aphelion Penyebab Cuaca Dingin Belakangan Ini? - Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (MKG) angkat bicara mengenai fenomena aphelion yang marak diperbincangkan.
Dilansir TribunWow.com dari rilis yang disampaikan BMKG di laman resmi mereka, sejumlah masyarakat bahkan merasa resah dengan suhu udara dingin yang melanda wilayah mereka, yang kemudian dikaitkan dengan aphelion.
Menurut BMKG, suhu udara dingin yang bahkan mencapai 12 derajat Celcius di Ruteng (NTT) dan Kawasan Dieng Jawa Tengah merupakan sebuah fenomena yang biasa terjadi.
Terutama di puncak musim kemarau (Juli-Agustus).
Selain di NTT, suhu udara dingin juga tercatat di sejumlah wilayah lain yang umumnya berada di dataran tinggi.
[caption id="attachment_1459" align="aligncenter" width="706"] Fenomena bun upas atau embun beku di kompleks Candi Arjuna, Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (11/6/2018) pagi.[/caption]
Penurunan suhu di bulan Juli ini lebih dominan karena di sejumlah wilayah seperti Jawa, Bali, NTB, dan NTT, kandungan uap air di atmosfer cukup sedikit.
Hal tersebut tampak dari tutupan awan yang tidak signifikan beberapa hari terakhir.
Secara fisis, uap air adalah zat yang cukup efektif untuk menyimpan energi panas.
Dengan rendahnya kandungan uap air ini maka energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tak tersimpan di atmosfer.
Energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer juga tidak signifikan.
Akibatnya, suhu udara di Indonesia saat malam hari pada musim kemarau menjadi lebih rendah daripada saat musim hujan atau pancaroba (peralihan).
"Selain itu, pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering.
Akibatnya berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT," ungkap Deputi Bidang Meteorologi Mulyono R. Prabowo dalam rilis yang diekluarkan BMKG.
Suhu dingin pada malam hari dan embun beku yang terjadi di Dieng lebih dikarenakan kondisi metereologis dan musim kemarau.
Deputi Klimatologi Herizal mengatakan jika beberapa tempat di Jawa yang berada pada ketinggan, seperti pegunungan, diindakasikan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celcius.
Hal itu dikarenakan udara di daerah pegunungan lebih renggang sehingga lebih cepat mengalami pendinginan.
"Fenomena suhu dingin malam hari dan Embun beku di lereng pegunungan Dieng lebih disebabkan kondisi meteorologis dan musim kemarau yang saat ini tengah berlangsung.
Pada saat puncak kemarau, memang umumnya suhu udara lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering.
Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan.
Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.
Diindikasikan akan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celsius, disebabkan molekul udara di daerah pegunungan lebih renggang dari pada dataran rendah
Sehingga sangat cepat mengalami pendinginan, lebih lebih pada saat cuaca cerah tidak tertutup awan atau hujan.
Uap air di udara akan mengalami kondensasi pada malam hari dan kemudian mengembun untuk menempel jatuh di tanah, dedaunan atau rumput.
Air embun yang menempel dipucuk daun atau rumput akan segera membeku yang disebabkan karena suhu udara yang sangat dingin, ketika mencapai minus atau nol derajat.
Di Indonesia, beberapa tempat pernah dilaporkan mengalami fenomena ini, yaitu daerah dataran tinggi Dieng, Gunung Semeru dan pegunungan Jayawijaya, Papua," ungkap Herizal dalam rilis tersebut.
Sementara itu, fenomena aphelion tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan suhu di Indonesia.
Dikutip dari Hai-Online, aphelion merupakan titik terjauh bumi dari matahari.
Titik ini terjadi pada Jumat (6/7/2018) pukul 23.48 WIB.
Peristiwa inipun rutin terjadi setiap tahun dan tidak berbahaya bagi kehidupan di Bumi.
Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menambahkan terkait cuaca dingin yang sedang melanda Indonesia.
Penjelasan tersebut diberikan Sutopo melalui akun Twitter-nya, @Sutopo_PN, Jumat (6/7/2018).
Sutopo menuliskan, menurut BMKG, cuaca dingin yang melanda Indonesia bukan disebabkan fenomean aphelion.
Cuaca dingin ini lebih doniman karena tidak adanya awan di atmosfer.
Ia menambahkan, angin dari Australia yang dingin dan kering ke Asia melalui Indonesia, sehingga cuaca dingin melanda Indonesia.
"Menurut BMKG, cuaca dingin saat bukan disebabkan fenomena aphelion. Cuaca dingin saat ini lebih dominan karena tidak adanya awan di atmosfer. Angin dari Australia yang dingin dan kering ke Asia melalui Indonesia sehingga cuaca menjadi dingin di Indonesia. Jadi bukan Aphelion," tulis Sutopo.
Sementara itu, dikutip dari Tribun Pontianak, aphelion berarti jarak terjauh yang dicapai bumi dalam orbitnya mengelilingi matahari.
Sedangkan kebalikannya adalah perihelion, yaitu jarak terdekat bumi dengan matahari.
Orbit bumi itu tidak bulat sempurna, tapi berbentuk elips.
Maka dari itu, akan ada waktunya bumi berada di titik terjauhnya dan juga di titik terdekatnya dengan matahari.
Suhu dingin yang melanda Indonesia ini juga terlihat dari foto-foto embun yang terjadi di Pegunungan Dieng beredar di media sosial pada hari ini, Jumat (6/7/2018).
Foto tersebut menunjukkan lapisan es yang berasal dari embun.
Tidak hanya di Pegunungan Dieng, cuaca dingin juga terasa di daerah Temanggung, Jawa Tengah.
Rifqi Choiril, warga Tanurejo, Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, mengatakan, cuaca di daerahnya beberapa hari terakhir lebih dingin dibandingkan biasanya.
"Biasanya kabut sampai setengah 6 pagi, sekarang sampai jam 7-8 pagi masih kabut. Kalau malam terasa dingin sekali. Beberapa hari terakhir lebih dingin dibanding biasanya. Mulai ada angin," kata Rifqi seperti dikutip TribunWow.com dari Kompas.com.
Ia menceritakan, berdasarkan catatan suhu di ponselnya, suhu pada Jumat pagi 13 derajat celcius.
(TribunWow.com/Lailatun Niqmah)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Akhir-akhir Ini Anda Merasakan Udara Dingin? Inilah Penjelasan BMKG, http://jateng.tribunnews.com/2018/07/07/akhir-akhir-ini-anda-merasakan-udara-dingin-inilah-penjelasan-bmkg?page=4.
Editor: Catur waskito Edy
Dilansir TribunWow.com dari rilis yang disampaikan BMKG di laman resmi mereka, sejumlah masyarakat bahkan merasa resah dengan suhu udara dingin yang melanda wilayah mereka, yang kemudian dikaitkan dengan aphelion.
Menurut BMKG, suhu udara dingin yang bahkan mencapai 12 derajat Celcius di Ruteng (NTT) dan Kawasan Dieng Jawa Tengah merupakan sebuah fenomena yang biasa terjadi.
Terutama di puncak musim kemarau (Juli-Agustus).
Selain di NTT, suhu udara dingin juga tercatat di sejumlah wilayah lain yang umumnya berada di dataran tinggi.
[caption id="attachment_1459" align="aligncenter" width="706"] Fenomena bun upas atau embun beku di kompleks Candi Arjuna, Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (11/6/2018) pagi.[/caption]
Penyebab Fenomena Udara Dingin
Penurunan suhu di bulan Juli ini lebih dominan karena di sejumlah wilayah seperti Jawa, Bali, NTB, dan NTT, kandungan uap air di atmosfer cukup sedikit.
Hal tersebut tampak dari tutupan awan yang tidak signifikan beberapa hari terakhir.
Secara fisis, uap air adalah zat yang cukup efektif untuk menyimpan energi panas.
Dengan rendahnya kandungan uap air ini maka energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tak tersimpan di atmosfer.
Energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer juga tidak signifikan.
Akibatnya, suhu udara di Indonesia saat malam hari pada musim kemarau menjadi lebih rendah daripada saat musim hujan atau pancaroba (peralihan).
"Selain itu, pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering.
Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia (dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia) semakin signifikan
Akibatnya berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT," ungkap Deputi Bidang Meteorologi Mulyono R. Prabowo dalam rilis yang diekluarkan BMKG.
Embun Beku
Suhu dingin pada malam hari dan embun beku yang terjadi di Dieng lebih dikarenakan kondisi metereologis dan musim kemarau.
Deputi Klimatologi Herizal mengatakan jika beberapa tempat di Jawa yang berada pada ketinggan, seperti pegunungan, diindakasikan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celcius.
Hal itu dikarenakan udara di daerah pegunungan lebih renggang sehingga lebih cepat mengalami pendinginan.
"Fenomena suhu dingin malam hari dan Embun beku di lereng pegunungan Dieng lebih disebabkan kondisi meteorologis dan musim kemarau yang saat ini tengah berlangsung.
Pada saat puncak kemarau, memang umumnya suhu udara lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering.
Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan.
Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.
Pada kondisi puncak kemarau saat ini di Jawa, beberapa tempat yang berada pada ketinggian, terutama di daerah pegunungan
Diindikasikan akan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celsius, disebabkan molekul udara di daerah pegunungan lebih renggang dari pada dataran rendah
Sehingga sangat cepat mengalami pendinginan, lebih lebih pada saat cuaca cerah tidak tertutup awan atau hujan.
Uap air di udara akan mengalami kondensasi pada malam hari dan kemudian mengembun untuk menempel jatuh di tanah, dedaunan atau rumput.
Air embun yang menempel dipucuk daun atau rumput akan segera membeku yang disebabkan karena suhu udara yang sangat dingin, ketika mencapai minus atau nol derajat.
Di Indonesia, beberapa tempat pernah dilaporkan mengalami fenomena ini, yaitu daerah dataran tinggi Dieng, Gunung Semeru dan pegunungan Jayawijaya, Papua," ungkap Herizal dalam rilis tersebut.
Bukan Fenomena Aphelion
Sementara itu, fenomena aphelion tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan suhu di Indonesia.
Dikutip dari Hai-Online, aphelion merupakan titik terjauh bumi dari matahari.
Titik ini terjadi pada Jumat (6/7/2018) pukul 23.48 WIB.
Sedangkan kebalikannya adalah perihelion, yaitu jarak terdekat Bumi dengan Matahari.
Peristiwa inipun rutin terjadi setiap tahun dan tidak berbahaya bagi kehidupan di Bumi.
Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menambahkan terkait cuaca dingin yang sedang melanda Indonesia.
Penjelasan tersebut diberikan Sutopo melalui akun Twitter-nya, @Sutopo_PN, Jumat (6/7/2018).
Sutopo menuliskan, menurut BMKG, cuaca dingin yang melanda Indonesia bukan disebabkan fenomean aphelion.
Cuaca dingin ini lebih doniman karena tidak adanya awan di atmosfer.
Ia menambahkan, angin dari Australia yang dingin dan kering ke Asia melalui Indonesia, sehingga cuaca dingin melanda Indonesia.
"Menurut BMKG, cuaca dingin saat bukan disebabkan fenomena aphelion. Cuaca dingin saat ini lebih dominan karena tidak adanya awan di atmosfer. Angin dari Australia yang dingin dan kering ke Asia melalui Indonesia sehingga cuaca menjadi dingin di Indonesia. Jadi bukan Aphelion," tulis Sutopo.
Sementara itu, dikutip dari Tribun Pontianak, aphelion berarti jarak terjauh yang dicapai bumi dalam orbitnya mengelilingi matahari.
Sedangkan kebalikannya adalah perihelion, yaitu jarak terdekat bumi dengan matahari.
Orbit bumi itu tidak bulat sempurna, tapi berbentuk elips.
Maka dari itu, akan ada waktunya bumi berada di titik terjauhnya dan juga di titik terdekatnya dengan matahari.
Suhu dingin yang melanda Indonesia ini juga terlihat dari foto-foto embun yang terjadi di Pegunungan Dieng beredar di media sosial pada hari ini, Jumat (6/7/2018).
Foto tersebut menunjukkan lapisan es yang berasal dari embun.
Tidak hanya di Pegunungan Dieng, cuaca dingin juga terasa di daerah Temanggung, Jawa Tengah.
Rifqi Choiril, warga Tanurejo, Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, mengatakan, cuaca di daerahnya beberapa hari terakhir lebih dingin dibandingkan biasanya.
"Biasanya kabut sampai setengah 6 pagi, sekarang sampai jam 7-8 pagi masih kabut. Kalau malam terasa dingin sekali. Beberapa hari terakhir lebih dingin dibanding biasanya. Mulai ada angin," kata Rifqi seperti dikutip TribunWow.com dari Kompas.com.
Ia menceritakan, berdasarkan catatan suhu di ponselnya, suhu pada Jumat pagi 13 derajat celcius.
(TribunWow.com/Lailatun Niqmah)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Akhir-akhir Ini Anda Merasakan Udara Dingin? Inilah Penjelasan BMKG, http://jateng.tribunnews.com/2018/07/07/akhir-akhir-ini-anda-merasakan-udara-dingin-inilah-penjelasan-bmkg?page=4.
Editor: Catur waskito Edy